Perang Badar
Perang ini terjadi di Lembah Badar pada tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriah ,Pada saat itu Pasukan Umat Muslim berjumlah kurang lebih 313 orang sementara orang-orang kafir berjumlah kurang lebih 1000 orang.atas izin Allah kaum Muslimin memenangkan pertempuran.
Perang Uhud
Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu
tanggal 15 Syawal 3 Hijriah. Orang-orang Quraisy Makkah berambisi
sekali membalas kekalahannya pada perang Badar Raya
. Dipersiapkannya suatu pasukan besar dengan kekuatan 3.000 orang serdadu. Dalam pasukan itu terdapat 700 ratus infanteri, 200 orang tentara berkuda (kavaleni) dan 17 orang wanita. Seorang di antara mereka yang tujuh belas ini adalah Hindun bin Utbah, isteri Abu Sofyan. Ayahnya yang bernama Utbah telah terbunuh pada perang Badar Raya.Pasukan Quraisy ini dipusatkan di suatu lembah di pegunungan Uhud, suatu pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah utara Madinah.Menghadapi tantangan ini, Nabi saw. dan beberapa orang sahabatnya berpendapat kaum Muslimin tidak perlu menemui musuh-musuh yang sudah siap siaga itu. Sebaliknya orang-orang Islam tetap siaga di Madinah dengan taktik bertahan (defensif). Akan tetapi sekelompok orang Islam (Muhajirin dan Anshar) terutama pemuda-pemuda yang tidak ikut ambil bagian dalam perang Badar mendesak untuk menemui tentara-tentara Quraisy dan ingin menghajarnya di gunung Uhud. Atas desakan itu Nabi surut dari pendapatnya semula. Masuklah beliau ke rumahnya, lalu keluar dalam keadaan sudah siap dengan mengenakan baju besi, menyandang tameng dan memegang tombak serta pedang.
. Dipersiapkannya suatu pasukan besar dengan kekuatan 3.000 orang serdadu. Dalam pasukan itu terdapat 700 ratus infanteri, 200 orang tentara berkuda (kavaleni) dan 17 orang wanita. Seorang di antara mereka yang tujuh belas ini adalah Hindun bin Utbah, isteri Abu Sofyan. Ayahnya yang bernama Utbah telah terbunuh pada perang Badar Raya.Pasukan Quraisy ini dipusatkan di suatu lembah di pegunungan Uhud, suatu pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah utara Madinah.Menghadapi tantangan ini, Nabi saw. dan beberapa orang sahabatnya berpendapat kaum Muslimin tidak perlu menemui musuh-musuh yang sudah siap siaga itu. Sebaliknya orang-orang Islam tetap siaga di Madinah dengan taktik bertahan (defensif). Akan tetapi sekelompok orang Islam (Muhajirin dan Anshar) terutama pemuda-pemuda yang tidak ikut ambil bagian dalam perang Badar mendesak untuk menemui tentara-tentara Quraisy dan ingin menghajarnya di gunung Uhud. Atas desakan itu Nabi surut dari pendapatnya semula. Masuklah beliau ke rumahnya, lalu keluar dalam keadaan sudah siap dengan mengenakan baju besi, menyandang tameng dan memegang tombak serta pedang.
Melihat gelagat Nabi itu, sebagian
sahabat yang tadinya sependapat dengan beliau menyatakan penyesalannya
terhadap orang-orang yang memaksakan keinginannya untuk berperang.
Mereka yang memandang tidak perlu meladeni tentara-tentara Quraisy tadi
mengatakan kepada Nabi, “Kami tidak mau mengirimmu. Jika engkau tetap
setuju berangkat, berangkatlah; dan jika akan engkau urungkan,
urungkanlah.”
Rasulullah saw. menjawab, “Tidak pantas
bagi seorang Nabi yang sudah mengenakan baju besi untuk menanggalkannya
kembali, hingga Allah menetapkan sesuatu baginya dan bagi musuh.”
Kemudian beliau berangkat bersama lebih
kurang 1.000 orang tentara. Dua ratus orang memakai baju besi dan hanya
dua orang tentara berkuda.
Setelah berangkat, Nabi Muhammad kembali
menyeleksi pasukannya dan ternyata di dalamnya terdapat ratusan orang
Yahudi yang menggabungkan diri dengan tentara Islam. Mereka itu
dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Nabi bertanya kepada
sahabat-sahabatnya, “Apakah mereka telah masuk Islam?” “Belum,” jawab
sahabat. Rasulullah memerintahkan, “Usir mereka dan perintahkan agar
kembali ke Madinah. Kita tidak perlu bantuan orang-orang Musyrik untuk
menghadapi orang-orang Musyrikin.”
Mereka yang berjumlah 300 orang itu pun
keluar dari pasukan, dan tinggallah 700 orang pasukan Nabi. Sesampainya
di pegunungan Uhud, segera di lakukan pengaturan pasukan dan pembagian
posisi. Lima puluh personil ditempatkan di sebuah bukit yang terletak
di belakang lereng, di mana pasukan dikonsentrasikan di bawah pimpinan
Abdullah bin Jabir Al-Anshary. Mereka bertugas menghadang pasukan musuh
yang akan rnenyerang dari bukit itu.
Rasulullah mengomandokan kepada penjaga
bukit ini, “Siagalah kamu semuanya, dan jangan sampai musuh-musuh kita
menyerbu dari belakang. Jika pasukan berkuda mereka naik ke posisi
kamu, hujanilah kuda-kuda itu dengan anak panah. Kuda-kuda itu pasti
tidak kuat dan takut dengan panah. Kita selalu akan unggul, manakala
kamu tetap berjaga di atas bukit ini. Ya Allah, sesungguhnya aku yakin
Engkau akan menolong mereka.”
Menurut pendapat lain, ketika itu Nabi
mengatakan, “Bila kamu melihat burung-burung menyambar-nyambar kami
yang berada di lereng, maka jangan kamu kosongkan tempat (bukit) ini,
hingga datang perintahku. Dan jika kamu melihat kami dapat mengalahkan
atau dapat menghancurkan mereka sampai terbunuh semuanya, maka
janganlah pula kamu tinggalkan tempat ini.”
Segala sesuatunya telah diatur dan
serbuan pun dimulai. Tentara Islam berhasil mengungguli musuh dan
beberapa di antaranya telah terbunuh sementara yang lainnya kocar-kacir
melarikan diri. Tetapi sayang tentara-tentara Islam mulai tergiur
untuk mengambil harta rampasan yang ditinggalkan oleh musuh yang lain
itu, tak terkecuali regu pengawal jalur rawan serbuan yang berada di
bagian atas bukit. Tidak kurang dan 40 orang di antaranya turun ke
lereng untuk ikut serta mengambil harta rampasan yang begitu banyak,
sehingga hanya tinggal sepuluh orang saja yang berada di atas bukit.
Komandannya, Abdullah bin Juber, sebelumnya telah mengingatkan mereka
yang turun itu, tetapi tidak berhasil menghalanginya. Malah mereka
menyanggah sang kornandan dengan kata-kata, “Tidak perlu lagi kita
bersiaga di sini. Bukankah peperangan telah usai.”
Kelemahan regu pengawal bukit yang hanya
berkekuatan sepuluh personal itu dimanfaatkan Khalid bin Walid yang
bertindak sebagai komandan tentara Makkah. Secepat kilat ia menyerang
dan melumpuhkan regu pengawal, dan turun ke lereng gunung seraya
menyerbu habis-habisan dari belakang. Tibalah giliran pasukan Islam
kocar-kacir dibuatnya. Pasukan musuh balik menyerbu mereka dari setiap
sektor, sambil mendekati posisi Nabi saw. Dalam keadaan posisi yang
sangat genting itu disiarkan pula psywar yang menyatakan Nabi telah
terbunuh, sehingga tentara Islam semakin porak-poranda.
Pada waktu itu Nabi terkena lemparan
batu, sampai jatuh pingsan. Tentu saja semua anak panah musuh terarah
kepada beliau. Muka, lutut, bibir bawahnya luka-luka, sedangkan tutup
kepalanya pecah. Posisi Nabi saw. yang hanya diapit oleh puluhan
tentara saja itu, dihujani musuh dengan anak panah yang memaksa
beberapa orang sahabat gugur, karena menghalangi sampainya anak-anak
panah itu ke tubuh Rasulullah saw. Tercatat di antaranya Abu Dajanah,
Saad bin Abi Waqas yang matian-matian bertahan dengan melontarkan
hampir seribu buah anak panah, guna mengusir musuh.
Selain itu dicatat pula seorang wanita,
Ummu Imarah Nusaibah Al Anshary. Srikandi ini mulanya bertugas sebagai
perawat tentara Islam yang luka-luka, tetapi demi melihat jiwa Nabi
terancam maut, segeralah ia memagari diri Nabi beserta suami dan dua
orang putranya, sehingga ia sendiri tewas. Atas keberaniannya yang luar
biasa itu, Rasulullah berkata kepadanya, “Semoga Allah memberkahi kamu
sekeluarga.”
Lalu Nusaibah minta kepada Nabi berdoa
agar dapat bersama-sama masuk surga dengan angota-anggota keluarga yang
tewas pada waktu itu. “Ya Allah, jadikanlah mereka ini sebagai
teman-temanku di surga kelak,” ucap Nabi.
Saat-saat gawat ini diceritakan oleh
Nabi saw. kepada sahabat-sahabatnya, “Wanita yang bernama Nusaibah
inilah yang paling sibuk memberikan perlawanan demi membela aku. Ia
menderita dua belas luka terkena panah dan pedang.”
Pada saat kritis tersebut ada seorang
tentara Quraisy yang bernama Ubai bin Khalaf menyerang Nabi dengan
pedang terhunus, sehingga tidak ada jalan lain buat Nabi selain membela
diri. Diambilnya sebatang tombak terus dilemparkannya ke tubuh Ubai
sehingga tidak jadi membunuh Nabi, karena telah tewas lebih dahulu.
Hanya dalam perang Uhud ini Rasulullah sempat membinasakan jiwa
seseorang dan hanya Ubai bin Khalaf inilah yang mati terkena tombak
Nabi, selama masa peperangannya.
Untunglah Rasulullah saw. masih mampu bangkit dan keluar dan lubang tempatnya terperosok dengan bantuan Thalhah bin Ubaidillah.
Melihat sekelompok orang-orang Musyrik
Makkah masih berada di atas gunung, diperintahkannya satu regu untuk
mengejarnya, seraya berseru kepada seluruh pasukan, “Mereka itu tidak
pantas mengungguli kita. Ya Allah, tiada kekuatan bagi kami kecuali
karena Engkau.”
Sambil bersiap-siap untuk berlari berkatalah Abu Sofyan, “Hari ini adalah hari pembalasan Perang Badar.”
Perang Uhud ini menelan korban sebanyak
70 orang dari pasukan Islam, dan 23 dan kaum Musyrikin. Suatu hal yang
sangat memiriskan perasaan ialah peristiwa terbunuhnya Syaidina Hamzah,
paman Rasulullah saw. Begitu beliau terkena panah, menari-narilah
Hindun isteri Abu Sofyan, lalu mendatangi tempat tergeletaknya Hamzah
dengan maksud melampiaskan dendam kesumat atas kematian ayahnya pada
perang Badar. Dibelahnyalah dada mayat Hamzah, diambil hatinya, lalu
dikunyah-kunyahnya.
Mengenai Perang Uhud ini terdapat
beberapa ayat yang berisi nasihat pelipur kesedihan kaum Muslimin atas
kekalahannya dan mengingatkan akan sebab-sebab terjadinya kekalahan
itu. Dalam surat Ali Imran ayat 138 sampai ayat 142 dan ayat 153Fathul Mekkah
Menjelang masuk ke Mekkah, ada seseorang yang bernama Abbas membisikkan kepada Nabi agar nanti memberikan sesuatu yang dapat membanggakan Abu Sofyan. Nabi mengatakan, “Siapa saja yang masuk rumah Abu Sofyan, maka dia aman.” Setelah sampai di Mekkah, diumumkanlah, siapa yang masuk ke rumahnya dan mengunci pintu, maka dia aman. Siapa yang masuk masjid (Ka’bah), maka dia aman. Dan siapa saja yang masuk rumah Abu Sofyan, maka dia aman.
Pasukan Islam memasuki kota Mekkah tanpa mendapat perlawanan yang berarti dari para penduduknya. Nabi terus menghancurkan patung-patung yang berjumlah tidak kurang dari 360 buah, di dalam dan di luar Ka’bah, lalu thawaf.
Setelah melakukan shalat dua rakaat, berdirilah Nabi di pintu seraya mengatakan, “Wahai seluruh orang Quraisy, bagaimanakah tanggapanmu terhadap apa yang saya lakukan ini?”
“Engkau telah melakukan sesuatu yang baik. Engkau adalah seorang yang mulia. Engkaulah saudara kami yang paling baik,” jawab mereka,
“Pada hari ini saya nyatakan kepadamu, seperti yang pernah dinyatakan oleh Nabi Yusuf yang terdahulu. Tidak ada apa-apa lagi pada hari ini. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosa yang telah kamu lakukan selama ini. Bubarlah kalian, karena kalian telah dibebaskan,” kata Nabi.
Demikianlah pidato Nabi pada hari penaklukan kota Mekkah. Tidak ada pertumpahan darah. Tidak ada penyiksaan dan pembunuhan seperti apa yang dilakukan kaum kafir Quraisy dulu. Nabi pun tidak membalas perlakuan kejam yang diterimanya dulu. Semuanya damai dan aman. Semua penduduknya menyatakan masuk Islam, baik pria maupun wanita. Kemudian pada waktu shalat Zhuhur hari itu, Rasulullah menyuruh Bilal adzan di atas Ka’bah dan menandakan keagungan Islam.
Rasululloh SAW wafat
Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan
Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak Sanggup melihat
Rasulullah dicabut nyawanya)
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada didalamnya’,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh
Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini,” ujar Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya.
“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu”
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii. ummatii. ummatii.”
“Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan
masuklah ke dalam jannah-Ku.”
‘Aisyah ra berkata: ”Maka jatuhlah tangan Rasulullah, dan kepala
beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa
beliau telah wafat.”
Dia berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg
kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para
sahabat, dan kukatakan:
”Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.”
Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid, karena beratnya kabar
tersebut, ‘Ustman bin Affan seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke
kiri dan ke kanan.
Adapun Umar bin Khathab berkata: ”Jika ada seseorang yang mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan
kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui
Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar, dia masuk kepada Rasulullah, memeluk beliau dan berkata: ”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.”
Kemudian dia mencium Rasulullah dan berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Kemudian dia mencium Rasulullah dan berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui orang-orang dan berkata: ”Barangsiapa
menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa
yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak
akan mati.”
‘Aisyah berkata: “Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar