Sabtu, 01 Maret 2014

Masa kerajaan islam(Dinasti Ayyubiyah bagian 2)

Penaklukkan Jerusalem
Pada 3 Juli 1187 Shalahuddin dan pasukannya mengepung wilayah Tiberias, sementara Pasukan Salib
sedang mengadakan persiapan untuk menyerang Daulah Ayyubiyah. Mendengar hal itu, Shalahuddin langsung bertolak menuju pusat pemerintahannya di Kafr Sabt –sebuah daerah di Utara Palestina-. Ia meninggalkan pasukannya di Tiberias, dan memerintahkan pasukannya yang lain untuk mencegat Pasukan Salib di wilayah Hattin. 4 Juli 1187, terjadilah peperangan besar antara Shalahuddin dan pasukannya dengan tentara Salib, perang yang terjadi di saat kaum muslimin berpuasa ini dikenal dengan Perang Hattin. Pada perang ini, sebanyak 20.000 tentara Salib berhasil ditundukkan, di antara mereka ada yang mati kehausan dan kepanasan. Sedangkan Raja Jerusalem yang memimpin Pasukan Salib di perang ini, Guy de Lusignan, berhasil ditawan. Shalahuddin adalah pria yang penuh adab dan keramahan, ia memperlakukan tawanannya yang terhormat ini dengan penuh adab, tidak seperti yang digambarkan oleh sebagian pihak. Adapun tawanan seperti Reginald dari Chaliton yang berhianat dengan merusak perdamaian dieksekusi sebagai bayaran dari perbuatannya. Demikian juga dengan seluruh ksatria gereja dan pasukan elit Kristen, semua dieksekusi di depan khalayak.
Ilustrasi peperangan Pasukan Islam dengan Tentara Salib di Hattin tahun 1187
Ilustrasi peperangan Pasukan Islam dengan Tentara Salib di Hattin tahun 1187
Kekalahan di Hattin telah memangkas gerak penyebaran Pasukan Salib di Timut Tengah dan juga mengakibatkan Jerusalem kehilangan sebagian pasukannya. Kondisi ini benar-benar dimanfaatkan Shalahuddin untuk terus menekan Pasukan Salib. Terbukti, empat hari setelah perang itu, Shalahuddin mengajak kaum muslimin bersatu memerangi tentara Salib dan mengusir mereka dari tanah Palestina. Ia mengumpulkan semua pasukannya dari berebagai desament menuju tanah suci Jerusalem dengan tujuan membebaskannya.
Pada bulan Agustus 1187, pasukan besar ini telah berhasil menaklukkan Ramalah, Gaza, Bayt Jibrin, dan Laturn. Kemudian pada 2 Oktober 1187, barulah Shalahuddin bersama pasukannya berhasil membebaskan Jerusalem setelah berunding dengan penguasanya, Balian dari Ibelin. Saat itu lantunan adzan dari Masjid al-Aqsha menggantikan dentang lonceng gereja yang biasa menggema di Jerusalem.
Perang Salib III
Kekalahan yang dialami Pasukan Salib di tahun 1187 menyisakan dendam dan keinginan untuk merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan mereka yang telah terlepas. Pada tahun 1189, Paus Gregory VIII menyerukan Perang Salib III. Ia menyeru kerajaan-kerajaan besar Kristen di Eropa untuk menyambut seruannya tersebut. Sekutu bersar Salib yang teridiri dari Frederick Barbarossa dari Kerajaan Romawi, Philip Augustus dari Prancis, Richard The Lion Hart dari Inggris, dan ditambah Guy de Lusignan yang menghianati janjinya kepada Shalahuddin untuk tidak kembali memeranginya setelah Shalahuddin membebaskannya dari tawanan, mereka semua bersatu dalam shaf Pasukan Salib untuk menghadapi Shalahuddin al-Ayyubi dan umat Islam.
Perang Salib IIIPerang terbesar dalam sejarah konflik Pasukan Salib dan Pasukan Islam pun mulai berkobar. Frederick Barbarossa menempuh jalur darat dan berhasil ditenggelamkan ketika menyeberangi sungai Cicilian, sebagian pasukannya kembali dan sebagian yang lain bergabung dengan pasukan Richard The Lion Hart.
Dalam peperangan yang berlangsung selama dua tahun ini, Richard berhasil mengalahkan Shalahuddin al-Ayyubi. Akibat kekalahan itu sebagian Pasukan Islam ditawan oleh Richard, dan ia meminta dua syarat jika Shalahuddin menginginkan pasukannya dibebaskan; pertama, membayar tebusan sebesar 200.000 keping emas, kedua, Pasukan Islam harus memperbaiki Salib Suci. Namun syarat ini tidak dipenuhi oleh Pasukan Islam dan Richard membantai 2700 tawanan tersebut.
Apa yang dilakukan Richard tentu saja jauh berbeda dengan yang dilakukan Shalahuddin ketika menaklukkan Jerusalem, Shalahuddin membebaskan ribuan tawanan Jerusalem tanpa menciderai mereka sedikit pun, ditambah lagi pembebasan tawanan lainnya atas permintaan Uskup Jerusalem. Tidak hanya sampai di situ, bersamaan dengan tawanan Pasukan Islam yang dibunuh oleh Richard, Shalahuddin malah membalasnya dengan membebaskan tawanan yang ada padanya yang terdiri dari orang-orang miskin, para wanita dan anak-anak, tanpa tebusan sama sekali.
Masa Keruntuhan
Kesultanan yang telah dibangun Shalahuddin dari Tigris sampai ke Nil telah ia bagi-bagikan kepada ahli warisnya. Sayangnya tidak ada satu pun dari mereka yang mewarisi keahliannya dalam memimpin. Anak-anaknya al-Malik al-Afdhal yang menggantikan kedudukannya di Damaskus, al-Zahir mewarisi tahta di Aleppo, dan si bungsu sekaligus kepercayaan Shalahuddin, Shalah al-Adil yang menguasai Karak dan Syaubak, gagal meneruskan kejayaan Daulah Ayyubiyah ini.
Kekuasaan mereka berhasil direbut oleh paman mereka sendiri al-Adil antara tahun 1196-1199 M. Pada masa selanjutnya, kekuasaan Dinasti dilanjutkan oleh anak-anak al-Adil dan kemudian dihancurkan oleh pasukan Tartar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar